Rabu, 10 Agustus 2016

Untuk Sahabat

'Aku merasakan hal itu benar-benar hilang.
Aku merasakan hal itu takkan pernah terulang kembali.
Inilah sebuah pertemuan yang amat aku sesali.'
Awal bertemu dahulu, aku tak ingin menggubris siapa dirimu. Sejahat apapun atau sebaik apapun kau tetap orang asing bagiku.
Suatu hari, sapaan itu pecah dikala aku menatapmu dengan penuh keanehan. Kau menyapa seraya mendekat dan mencoba menghangatkan suasana.
Hari-hari terasa jelas kita lewati dulu, tapi waktu itu aku hanya menganggapmu teman, tidak lebih apalagi sebagai seorang sahabat. Entahlah, tanpa komando canda dan tawa mengalir seperti air diantara kita. Tanpa henti. Apapun suasananya, aku benar-benar nyaman disisimu sebagai dua sejoli pengembara.
Tak jarang, masalah datang silih berganti, tapi tetap dalam sekejap semuanya hilang. Kita kembali dalam dunia tawa yang kita punya.
Hanya sebentar waktu itu terjadi. Entah sebuah hukum alam, kehendak semesta atau yang lainnya. Dengan hari yang datang silih berganti, tanpa ada kompromi sedikitpun. Inilah sebuah pertemuan yang aku sesali.
Ketika aku mengenal arti sahabat, seketika itu Tuhan menyuruh kita berpisah untuk berjalan pada jalan kita sendiri.
'Kini, betul aku katakan aku rindu celaan kalian.
Aku rindu kala tawa kita benar-benar pecah.
Aku rindu kala masalah hanya nama diantara kita.'
Sekarang hanya jarak yang ada dalam sebuah tawa. Terkadang ingin sekali rasanya hati ini menyapamu dari kejauhan, meski hanya sekedar bertanya kabar. Tapi, rasa segan lebih besar saat itu. Rasa segan mengganggu aktifitasmu, sahabat. Bagiku sekarang, mendengar kabarmu saja sudah cukuplah bagiku. Selagi kau sehat disana dan lancar menjalani aktifitasmu aku turut senang disini.
Berkumpul bersama dengan kalian? Aku pikir hanya sebuah ekspektasi belaka.
Dari dasar kesunyian saat ini. Do'aku tetap terpancar rapi untukmu. Semoga salamku sampai padamu. Semoga kau tak melupakan kisah yang kita lalui bersama dulu.
Bagaimana kabarmu disana sahabatku? Semoga kau tak melupakan aku disini. Banyak cerita yang ingin aku sampaikan padamu, tapi tunggulah. Jalani saja kehidupan kita masing-masing disini.
Sejauh apapun kau melangkah sahabatku, pulanglah sesekali. Bawakan aku oleh-oleh hasil keringatmu sendiri.
Aku bangga menjadi sahabatmu!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar