Sabtu, 30 Juli 2016

Wujud

Cinta adalah hal dimana kamu harus benar-benar melupakan. Hanya sementara, bukan untuk selama-lamanya.
Sepasang kekasih yang mencinta lambat laun akan berada diantara dua persimpangan semesta. Dua persimpangan itu tidaklah bagus untuk dilihat dan tidaklah enak untuk terasa. Simpangan itu bernama 'Tinggalkan' dan satu simpangan lagi bernama 'Sakiti'.
Cinta tidaklah rumit, cinta hanya cermin yang senantiasa akan mengikuti wujud asli dari apa yang dipantulkan padanya.
Cinta juga tidak kotor, dia akan tetap suci. Karena cinta lahir dan mati atas nama kesucian. Terkadang gambaran manusia selalu melebih-lebihkan.
Bagimu yang memang mencinta, tetapkan hatimu dengan kokoh. Persimpangan? Itu hanya perkataan dari manusia yang putus asa dan manusia yang menyakiti dirinya sendiri dan menyalahkan cinta. Jika kau tetap bertahan pada rasa yang kau miliki, menunggu adalah pilihan terbaikmu di persimpangan itu. Menunggu dia yang akan benar-benar datang dan menunjukkan jalan lain padamu.
Cinta tidaklah munafik. Terkadang manusia selalu membuat kesan buruk pada hal yang berlawanan dengan hatinya. Padahal manusia itulah yang memunafikkan dirinya sendiri.
Benar, mencintai adalah hal lain untuk saling melupakan. Tapi ingat, melupakan sembari kau harus tetap memperbaiki diri dengan mengenal jelas apa itu cinta. Bukan hanya dirimu tapi juga dirinya. Dan akhirnya, setelah semuanya kau lakukan dengan penuh kesabaran, maka kembalilah. Kembalilah dengan cinta tertulus sebagai seorang manusia.
Cinta sejati memang takkan pernah ada. Tapi jika kau menamakannya dengan cinta yang suci atas dasar Ilahi maka kau akan merasakan sejatinya cinta itu.
Cinta adalah hal dimana kamu harus benar-benar melupakan. Hanya untuk sementara dan bukan selama-lamanya.

Jumat, 15 Juli 2016

Kau Terlalu Lucu

Entah seberapa lama aku mulai memperjuangkan perasaan yang sangat menyakiti ini. Aku lupa, kapan aku memulai hal yang ternyata diluar kemampuanku dan bagaimana kondisiku saat itu. Yang aku lakukan hanyalah berlari mengrjarmu, berusaha merangkulmu meski hanya sekedar angin yang menerpa dada.
Dahulu aku sangat yakin perjuanganku takkan berakhir secara sia-sia. Aku bermimpi, aku akan berada di sebelahmu. Menatap lamat-lamat matahari yang tergelincir jatuh. Sungguh hanya sesederhana itulah mimpiku. Tapi entahlah, akupun mulai letih berlari, aku mulai muak bermimpi. Setiap langkah yang aku ayunkan hanyalah menambah beban dan aku terus berpijak pada ranjau yang kau pasang sedemikian rupa. Engkaupun takkan pernah melihat kebelakang kearahku. Tentang sebagaimana kerasnya usahaku disini.
Inikah yang kau lakukan pada penggemarmu. Kemudian kau perbudak dia dengan perasaan?.
Katakan padaku, ini hanyalah sebuah dongeng belaka!.

Kamis, 14 Juli 2016

Kau Menang Aku Kalah

Aku memang benar-benar tenggelam di danau yang kau penuhi dengan rasa kemanjaan. Aku benar-benar merasa hidup di danau ini, meskipun dia bisa kering dengan seketika. Tapi aku tak pernah membayangkan hal itu terjadi, aku percaya kau akan tetap bersamaku dengan danau ini. Bagiku bersamamu adalah senyaman detik yang pernah ada. Sejengkal pun aku tak ingin beranjak di sini. Ini kenyamananku.
Tapi entalah, terkadang takdir suka membuat seseorang menderita. Terkadang kemauannya sangat memilukan, lebih pahit dari apapun yang tercipta di dunia. Itulah takdir, dia berusaha keras mengeringkan danau yang aku sudah berenang bebas sejak dulu disitu. Dia mengusirku keluar tanpa ampun dan tanpa belas kasihan. Dia menyuruhku untuk bersegera mungkin melupakanmu. Tertawa aku di buatnya. Dan seiring berjalannya waktu aku baru mengetahui, ternyata kau sudah bersekongkol dengannya, lembut cara kalian membunuhku. Sudah katakan saja kau yang hendak beranjak pergi.
Akupun tidak akan pernah berusaha menahan mu disini. Aku tak pernah berusaha menahan hati yang memang sudah tak ingin menetap bersamaku lagi. Aku tahu, kau tidak akan meninggalkan apapun untukku. Bahkan danau itu, hanya sebuah jebakan belaka agar aku bisa mati tenggelam disana.
Silahkan pergi, meski sulit untukku terima. Sangat sulit tentunya, karena melupakanmu berarti aku akan menghapus separuh dari kehidupanku. Tapi aku patut menerima itu semua.
Kita sudah tidak sejalan lagi. Kau memilih pergi dengan amarahmu dan aku memilih menetap dengan sabarku. Aku tinggal bersama mimpi yang kian menepi dan mati tanpa diketahui. Pergilah, jika memang itu yang menjadi pilihan tetap bagimu. Akupun takkan menahanmu secara penuh. Jikapun kau memang sebagian dari apa yang aku hirup, kau akan datang membantuku bernapas. Jikapun sebaliknya, setidaknya aku akan mati dalam keadaan tersenyum sambil menunggumu kembali.