Mengenangmu dan berangan-angan atas itu adalah caraku untuk menikmati seduhan kopi pahit yang telah kubuat sendiri. Racikan yang pas dengan penuh rasa.
Mengenangmu dan berangan-angan atas itu adalah caraku untuk menikmati rintikan deru hujan yang meniti lambat dan pelan, disamping jendela kecilku.
Mengenangmu dan berangan-angan, juga adalah caraku dalam menghargai detik yang terbuang saatku tak mampu bangkit akan keterpurukan dari anak panah yang menghujam tepat didada kiriku.
Mengenang atas rindu yang telah terucap.
Mengenang atas kata yang tak terbantah.
Sebuah kelucuan yang terjadi, saat kita saling mengucap kata rindu yang antah berantah seperti malaikat maut yang tak sabar hendak mencabut nyawa seseorang.
Mudah bagimu untuk membuatku seperti mayat berjalan. Ditakuti oleh semua orang, padahal aku hanya ingin merasa sedikit kebahagiaan yang diciptakan.
Aku terlalu takut berbicara rindu kepadamu yang tengah sibuk berbual dengan manusia lain.
Aku terlalu takut untuk berbicara kalau aku membutuhkanmu saat kau terbahak bersama manusia lain.
Ketakutan sedah merajalela dalam otakku. Ketakutan akan sebuah permintaan, harap dan angan takkan pernah sampai.
Biarlah aku disini, diperkaya akan diam. Dibesarkan oleh diam. Bermain dengan diam dan mati dengan diam.
Diam dalam mengenangmu. Dan diam dalam berangan-angan padamu adalan caraku menikmati detik berlalu dalam hidupku, sendu dan caraku berjumpa dengan sang pemilik jubah putih
Selasa, 05 Januari 2016
Mengenang, Berangan dan Diam
Senin, 04 Januari 2016
Titik ke-9
Aku hanya menuliskan 9 titik pada secarik kertas yg kusobek. Beberapa titik yang aku orer sedikit besar pada secarik kertas itu.
Aku lipat dan mulai melipat bagian yang terkatung tegang. ribuan khayal berkecamuk dalam otakku, akan aku buat apa 9 titik ini? Dan akan aku buat apa secarik kertas yg kusobek ini?.
Fikiranku mulai berkelana, menebas ribuan pohon kayu yang menyemaki perjalananku dulu. Perjalanan berat yang aku tempuh
untuk mengupas klise-klise indah bersamamu. Bagiku menebas-terdiam-dan mematung, memang demikian caraku untuk menghayal bersamamu.
Teringat saat aku mengantarmu pulang, peganganmu sangat kuat yang melekat sedikit dipinggangku, aku tahu kau amat ketakutan kalau jatuh dan itu adalah caraku untuk tetap erat bersamamu. Sebuah klise yang kudapat ketika aku berhasil menemukan puing
Titik pada sebuah logam yg berisi cerita kita. Dahulu.
Bukan, sekali lagi bukan maksudku untuk mengingatkanmu akan kisah kita dulu. Ini hanya sebuah kerja otak yang sedang berjalan saat 9 titik ingin bersatu dan ingin mengaitkan menjadi satu titik besar. Dimana aku ingin melihatnya secara berulang dan bukan untuk mengingatkanmu bagaimana cerita klise yang kita alami, dahulu.